Sahabat, dari Gempa Sampai Copet di
Perempatan Jakal
Dear,
Sob…
Kemarin
dibuat terharu oleh salah satu postingan sahabat di wall facebook. Tak sanggup
juga untuk menulis secara lengkap. Walau share dan digarisbawahi kata-kata yang
makin bikin terharu, mendadak aku kangen dengannya. Berteman tanpa berkompetisi, bergaul tanpa
ingin terlihat unggul…
Setiap
mudik lebaran, selalu kusempatkan untuk mampir ke rumahnya di Pati, Jawa
Tengah. Kami bisa ngakak nggak ada habisnya mengenang kenangan lama yang tak
mungkin terlupa.
Kami
kenal karena sama-sama kost di Swakarya depan Fakultas Kehutanan UGM. Aku sudah
kerja kantoran dan si Yani, dia masih menyusun skripsi di Jur. Arkeologi UGM.
Anaknya pendiam dan super alim. Bertolak belakang denganku yang yak-yak an. Hobi
juga bertolak belakang sekali.
Tapi
nggak tahu juga kenapa kami jadi akrab. Tidur juga sering pindahan kamar.
Walaupun sekamar kami sama-sama dua orang, hihihi.
^^^
Beberapa
kejadian di Yogyakarta yang masih sering bikin kita gerr bareng waktu ada gempa.
Lupa tepatnya tahun kapan. Yah, Yogya memang sering banget gempa.
Kami
tidur sekamar waktu itu. Sebelum subuh kurasakan tubuh bergerak tak terarah,
kepala ngliyeng.
“Astagfirullah!
Ya Allah, Yan, gempa!” Teriakku setengah sadar sambil menggoyangkan tubuhnya
dengan panik.
Kucoba
turun dari tempat tidur walau susah banget karena goncangan gempa semakin keras.
Yani kuseret meski masih terlelap. Dia nggak sadar kalau ada gempa. Kaca di
dinding yang kupigura dan lampu jelas terombang-ambing dengan kerasnya.
“Opo Mbak, ono
opo?” Ya ampun, Yani tetep aja nggak sadar-sadar.
“Gempa, Yan!”
“Hah! Gempa,
ya Allah!”
Aku
terus mencoba keluar kamar sambil narik Yani. Yani mulai sadar sambil ndremimil
baca doa-doa nggak jelas. Dia masih sempat nyaut jilbabnya. Aku keluar kamar dengan
pedenya hanya dengan celana pendek dan kaus ketat.
Kami
berdua lari sambil teriak dan menggedor kamar-kamar lain yang kulalui, sebagian
ada yang sudah sadar. Suasana kacau semua lari keluar kost.
Di
luar masih gelap gulita, tapi ramai karena kost sebelah ada beberapa juga yang
keluar rumah. Terasa aman, kami masuk lagi ke dalam.
Sampai
sekarang kami ingat banget kejadian gempa tersebut. Duh, ngeri-ngeri gimana,
takut juga, Alhamdulillah, kami masih diberi keselamatan.
^^^
Ada
lagi yang bikin ngakak.
Konon
^hihihi tiap Ahad habis subuh kami lari pagi ke Grha Sabha Pramana UGM. Di sana ada
senam rame-rame dan pasar tiban/sunmor.
Waktu jalan sampai
perempatan Jakal (Jl. Kaliurang), ada seorang cowok ganteng. Penampakan sih
seperti anak kuliahan biasa, mahasiswa tulen. Tapi, di tangannya ada jaket yang
dicanthel di tangan. Tas selempang dengan mata jelalatan.
Ih…
ingatanku langsung ke para pencopet. Yalah, aku biasa naik bus ekonomi kemana
saja. Ciri-ciri pencopet hapal banget. Dari yang berombongan sampai individual.
Mulai dari tas selempang, jaket dicantel di tangan untuk menutupi saat nyopet,
juga tas besar yang dipakai buat nutupin juga plus tempat dompet hasil nyopet.
Bahkan
perjalanan dari Solo-Yogya pernah ada loh 8 pencopet naik bus yang kutumpangi.
Hikss… kalau inget ngeri banget. Untung selamat sampai tujuan. Tapi ku lihat dengan
mata kepala sendiri mereka beraksi tanpa ampun. Mepet depan samping kanan kiri
hingga korban benar-benar tak berkutik.
Kembali
ke perempatan Jakal itu ya, Sob. Nah gegera otakku ingetnya copet, langsung
kusenggol Yani.
“Yan,
ssttt, itu copet!” kataku berbisik.
“Hah?”
Yani memelototiku. Matanya penuh nista memandangku. Pasti dia nggak suka aku bersuudhon
sama orang di jalan kayak gini. Kenal juga kagak.
“Ciri-cirinya
ada di dia semua, Yan. Tuh, lihat matanya juga,” kataku penuh selidik.
Hihihi,
walah pokoknya efek dari cerita detektif dan misteri yang sering kubaca. Yani
hanya melongo heran, nggak yakin dengan kesimpulanku.
“Ih,
Mbak, moso dah bisa nebak itu copet?”
“LIhat
penampilannya, rapi, rajin persis ala mahasiswa. Tapi tasnya, jaket di tangan
itu dan matanya. Mata tuh nggak bisa dibohongi,” ujarku yakin.
“Matanya
kenapa, Mbak?”
Yani
masih deh nggak paham. Huh!
"Jelalatan!”
"Jelalatan!”
Yani
manggut-manggut. Kami saling pandang. Akhirnya kami berjalan melipir cepat
setengah berlari melewati cowok itu.
Pas noleh ke belakang, tuh kan, si cowok naik bus sambil
dempet-dempetin tubuhnya ke penumpang yang pas turun. Nah kan, kan… apa gue bilang?
^^^
Nggak
hanya itu Sob, si Yani ini suka memandangku penuh nista aja kalau aku pulang
dini hari. Padahal lembur ^hallah lembbur apaan juga… Tapi tetap saja dengan
baik hati bukain pintu kost yang telah terkunci.
Selain
itu, aku yang orangnya sering terburu-buru sering lupa nutup pintu garasi kost.
Dia juga yang ngecekkin pintu garasi.
Salutnya, si Yani nih
pernah menasehatiku ini itu walau dulu jiyah.. hidupku nggak beraturan sama
sekali. Sukanya keluyuran hingga subuh. Hidup benar-benar semau gue. Hihihi…
^^^
Saat
Yani pindah kost mau nikah, aku minta kaos hitam dari fakultasnya. Tulisannya
cukup sederhana ARKEOLOGI aja. Tapi entahlah, itu kaos hilang dimana. Padahal
aku suka banget loh. Hiks, gelo banget rasane..
Sekarang,
di tiap pertemuan kami, walau 2 tahun atau setahun sekali, kami bisa ngakak
bareng mengingat hal-hal konyol yang kadang aneh juga kurasa.
^^^
Ah, bersahabat tak harus
menggurui, berkawan tak musti berkompetisi,
berteman tak harus saling
mengungguli…
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia
Sukaa sama quote akhirnya, Mbakk.
BalasHapusEmang bener ya. Dimana-mana kalau udah klop sama sahabat itu sulit ilangnya. Bawaanya kangeeen.
Duh jadi keinget ama sahabatku juga pas ngampus di bogor mb, dulu aku juga suka lari bareng muter kampus pas minggu pagi, pulange njajan basreng
BalasHapusBanyak kenang-kenangan yang di lalui saat masih bersama yani ya Mbak @Wahyu., aku jadi senyum2 sendiri baca cerita ini.
BalasHapusSuka quotenya Mbak..Sayang sekali kok sekarang saya nggak nyambung lagi sama sahabat lama ya..Ataukah karena jarak telah membuat pemisahnya, entahlah..
BalasHapusPati nya mana mbak?
BalasHapusLast quote, kereeen
Semoga sampai kapan pun kita semua termasuk yang menjaga silaturahmi baik dengan orang2 terbaik di lingkungan kita.
BalasHapusAamiin...
Btw, aku juga jadi keingetan room-mateku.
Namanya juga sama, mbak Yani.
Untung mbak Widya njelasin kampus dan kota asalnya, jadi yakin kalo beda orang..Hehehehe
Bersyukurlah bagi siapa saja yang memiliki teman sejati.
BalasHapusTeman sejati tidak akan pernah mati, mereka tetap hidup di dalam hati.
Gempa 2006 kah mba..? Yang korbannya banyak..
BalasHapusAku wktu itu lg hamil anak pertama. Ketakutan juga krn ada isu tsunami
Like mb yayuk...
BalasHapusI like mb yayuk..
BalasHapus