Ribuan Kilo Bersama Ibu
Dear,
Sob. Desember sudah datang, bahkan telah memasuki tengah bulan.
Desember
identik dengan hari ibu. Hujan Desember juga selalu menyisakan cerita tentang
ibu. Bagaimana kabar ibu-ibu Sobat semua? Semoga sehat, ya.
Tentang
ibu ini, tentu ada momen spesial yang tak mungkin dan tak bakal terlupakan seumur
hidup. Karena dari beliaulah kita-kita ini terlahir ke dunia. Belum-belum air
mata udah mau tumpah nih.
Oke
deh, menginjak Arisan Blog Gandjel Rel periode 17 kali ini, yang beruntung
adalah Mbak Chela Ribut Firmawati. Seorang guru dan kebetulan istri dari
seorang guru juga. Mbak cantik yang suka nulis tentang parenting,
edukasi dan beragam tips ini tinggal di Purwodadi.
Yang
satunya lagi adalah Mbak Noorma Fitriana M. Zain, beliau juga seorang blogger aktif
yang sangat inspiratif. Suka banget menulis dan dibagikannya ke blognya dengan bahasa yang super asik. Nggak bosan membaca postingannya.
Desember
setahun yang lalu, aku ikut menulis buku antologi bersama teman-teman WAG Easy
Writing. Di situ, kukenang ibu mengajariku membungkus lemper. Yang tak semua
orang bisa.
Bahkan,
dari membungkus lemper itulah aku bisa bersosialisasi saat ada acara kampung.
Entah tetangga mantu, khitanan atau ada yang meninggal dunia. Sepele sih, tapi
itu sesuatu banget. Tak banyak loh yang bisa membungkus lemper versi rumit ini.
Tak
akan cukup sebuah cerita tentang ibu. Kalau dihitung ribuan bahkan jutaan kilo,
semua berawal dari ibu. Dari beliau, banyak yang bisa kupelajari. Dengan watak
kami yang mirip dan sama-sama keras. Meski banyak nggak cocok, tetap saja ibu
is the best.
Dari
beliau pula, aku bisa menjalani hidup di jaman now yang makin menggila ini.
1.
Mengatur
keuangan
Sosok luar biasa ini membuatku belajar memenej keuangan. Karena sejak SMP aku kost, mau nggak mau aku
yang ragil dan manja harus bisa mengatur uang jatah mingguan. Sampai nggak
cerdas mengatur duit, salah lo sendiri. Xixixi.
Karena
seminggu sekali pulang, kupilah uang itu untuk uang saku, transport, jajan dan biaya pernak pernik sekolah. Bahkan, aku masih
bisa hore-hore beli kaos dengan sisa uang yang tak seberapa itu. Kaosnya nggak
bermerek, nggak pake mahal, tapi bangganya sampai ke hati.
Saat
kuliah, kerja dan bahkan menempuh hidup baru. Hal ini masih kulakukan
dengan baik. Walau urusan administrasi dan pencatatan, amburadul. Beda dengan
ibu yang selalu mencatatnya di sebuah buku lawas. Jadi jangan sekali-kali
bohong ya, ada bukti di catatan buku lawas tersebut.
Walau
begitu, aku sempat merasakan amburadulnya keuangan waktu kerja. Meski udah
gajian, masih dapat dari ini itu, internsif dan lain-lain, tetap saja kurang.
mungkin kebanyakan hang out dan beli- beli barang yang nggak perlu.
2.
Jaga
kebersihan
Bapakku
seorang tenaga medis. Kebersihannya
yahud. Tapi ternyata, ibu tak kalah yahud. Dan aku? Masih belum apa-apa urusan
kebersihan ini. Dari kecil didikan kebersihan ini tak pernah lepas dari orang
tuaku.
Aku
sendiri masih tertatih, masih suka semau gue. Hihihi. Pokoknya dari hal kecil
sampai besar ibuku sangat menjunjung tinggi kebersihan ini. Jadi malu rasanya
kalau nggak ikutan bersih. Toh, kebersihan juga pangkal kesehatan, jadi bersih
itu memang harus, kok.
3.
Disiplin
Urusan
disiplin juga nggak bisa diganggu gugat. Makan misalnya. Sarapan, makan siang
dan makan malam di saat jam yang tepat. Dan harus di meja makan, ngumpul semua.
Tapi lama kelamaan mulai goyah. Kadang aku makan sambil nonton TV, untung ibu
nggak protes.
Disiplin
ini berlaku pula urusan bangun tidur, sholat, ngaji, nyapu, ngepel dan mandi.
Uhuks banyak banget aturan. Tapi sekarang, aku benar-benar merasakan
manfaatnya. Dengan kerempongan jadwal yang padat, aku sangat bisa mengatur
waktuku.
Tanpa
meninggalkan tugas sebagai emak dari 2 jagoan. Keluarga, warung, nulis dan
jalan-jalan tetap saja bisa sejalan. Mau rame-rame mau sendirian, selalu
kusempatkan waktu me time ini. Apalagi dengan orang yang spesial, ea...
4.
Cerdas
mengambil keputusan
Ibuku
seorang guru SD. Tapi itu tak membuatnya mengeluh dengan 4 orang anak cewek
dengan karakter yang sangat berbeda. Dulu, waktu kecil, ibu selalu menjadi garda
depan bapak yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan. Dari desa sampai
pusat, ibulah pendamping super setia. Meskipun wong ndeso, bagiku ibulah wanita cerdas sedunia, tak ada
tandingannya.
Kecerdasan
ibu berpikir cepat, tanggap, nggak panik saat situasi genting juga kuacungi
jempol. Ada saat-saat bapakku di bawah, ibu tetap bisa berpikir jernih. Tegas
mengambil keputusan terbaik dan yang jelas, tenang.
Ini
yang sampai sekarang belum bisa kutiru. Lha akunya panikan haha. Hem, aku masih
harus banyak belajar dari ibuku ini. Dari ibu pula, banyak keputusan yang
kuambil kadang hanya berdasar feeling. Meski perasaanku seringnya amburadul,
wikikik.
5.
Peduli
Ibu
aktif banget di kemasyarakatan. Rasa kepedulian terasah dengan sendirinya. Awalnya karena mendampingi bapak. Lama-lama
ibu menikmatinya, tanpa harus menomorduakan anak-anaknya. Meski sibuknya level
tinggi, aku dan mbakyu-mbakyuku tak pernah sekalipun merasa kehilangan waktu
dan kasih sayangnya.
Urusan
begini aku masih jauh dari ibu. Ah, aku belum selevel itu. Semoga aku bisa
mengikuti jejak ibu yang sangat mulia ini.
6.
Pantang
menyerah
Jadi
ingat Ryan D’Masiv nih. Badai, karang, hujan, badai, banjir menghadang, ibu
adalah pejuang sejati. Yes, ibu pantang menyerah dengan apapun keadaan yang ada
dan harus dijalani. Nyekolahin 4 orang anak, oke, walau kebat kebit cari dana
tambahan. Dan masih banyak lagi. Beliau tegar setangguh karang, bahkan melebihi
karang itu sendiri.
7.
Pandai
menentukan skala prioritas
Kesibukan
yang luar biasa mau nggak mau membuat ibu harus pandai menentukan skala
prioritas. Mendampingi bapak adalah kewajiban, tapi tak pernah lengah dengan
keempat anaknya. Pandai menentukkan skala prioritas ini nggak mudah loh. Karena
bapakku hampir 24 kerja non stop. Pengabdian!
Hem…
memutar scene masa kecil di kepala yang masih teringat jelas sampai sekarang.
Menentukan mana yang terpenting dan mana yang harus dilakukan terlebih dulu ini
tak semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang, aku masih kurang tepat
menentukan skala prioritas. Masih kudu banyak belajar dari ibu.
Masih
banyak sekali hal tentang ibu yang tak bisa diungkap, diceritakan dan kusimpan
dalam hati. Harapanku sekarang ibu yang sudah sepuh dengan usia diatas 70 tahun
ini selalu sehat, hepi, dan tambah dekat sama Allah. Dan aku bisa selalu
mendampingi ibu.
Ah,
sampai tak bisa berkata-kata. Ribuan kilo yang sudah kujalani bersama ibu. Suka
duka, duka dan duka, semoga ibu sehat selalu, selau dan selalu. Doa kenceng dan
terbaik selalu buat ibunda tercintaku…
Baca
juga:
Keren banget ya, punya anak 4 tapi masih bisa aktif di masyarakat. Tentunya ini dg mengajarkan kemandirian ya ke anak2. Masalah disiplin, memang ya ibu2 jaman dulu itu disiplin banget, bahkan terkadang cenderung kaku(jaman sekarang pun juga banyak para ibu yg disiplin luar biasa ke anak2), tapi ya semua untuk kebaikan etika anak2 juga.
BalasHapusIya Mbak. Super akut deh disiplinnya. Tapi ntar kalo udah jadi emak2 baru ngerasain gunanya.
HapusTakkan habis kebaikan kebaikan ibu kita ceritakan
BalasHapusTak kan usang keluhuran budi ibu kita kenang
Yup, sepakat. AKu kok nggak bisa komen di blogmu ya Mas?
HapusRibuan kilo bersama Ibu, judulnya simple tapi artinya sangat luas, bahkan tak terbatas... :D
BalasHapusLanjutkan perjuangan mu Ibu... :)
Siyap, makasih Mas Dedy :)
HapusDan kini kita adalah seorang Ibu... hmmm tugas berat+mulia tiada tara sudah menanti ...
BalasHapusBetul banget Mbak
HapusSosok Ibu yang luar biasa yaa mbak. Salam hormat say untuk Ibu. 🙏🙏🙏
BalasHapusNjih Mbak Noorma, sungkem juga buat ibu njih Mbak :)
HapusAku malah bayangin misal anakku diminta cerita tentang ibunya, aku, seperti apa ya? Lha wong aku ini ibu ibunan.
BalasHapusAku garis bawahi Mbak, sesibuk apapun anak nggak boleh kehilangan rasa sayang seorang ibu.
Semoga ibunya selalu sehat ya mba Wahyuuu. Kemaren ga ketemu ya pas ke rumahmu hehe...
BalasHapusWah siiplah ibu memang harus kita teladani, sayangi dan hormati 👍
BalasHapusKeren nih, judulnya membuat ingin membacanya, bikin penasaran. Terlihat sederhana, namun mempunyai makna yang luas..
BalasHapusIbu memang luar biasa, semoga sehat selalu bagi ibu dimanapun berada..
Aamiin semoga ibu-ibu kita selalu sehat, disayang Allah dan selalu bergelimang berkat.
BalasHapusseneng ya mbak punya ibu yang meski sibuk tetapi tahu skala prioritas...
BalasHapusAku juga banyak mengambil tauladan dari ibu sendiri, ibu selalu luar biasa, usia boleh saja senja
BalasHapusIbu memang guru pertama setiap anak y mba... Alhamdulillah kita punya ibu2 yg hebat..
BalasHapusSalam hormat utk ibu ya mba.. Smoga sehat sllu..
BalasHapusSeorang anak memang banyak belajar dari sosok ibu.. jadi mikir deh... Apa yg dipelajari Intan dr ibunya yg galak ini ya
BalasHapusAku juga kalah sama ibu soal kebersihan, hihii... Kadang males itu mengalahkan semuamya
BalasHapusWah membungkus lemper versi rumit saat ini mungkin sudah tergantikan dengan membungkus lemper versi simpel ya mbak Wid. Keren, saya aja bungkus nasi masih miring sana sini :)
BalasHapusIbu memang selalu menjadi panutan ya mbak, apapun yang dilakukan beliau bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya paling salut dengan masakan ibu karena meskipun memasak menu sederhana tapi tetap enak, dan saya belum bisa menirunya.
Semoga ibu kita selalu sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT, aamiin :)
Kalau cerita tentang jasa2 ibu mmg tak akan pernah ada habisnya yaa mba, sll ada uluran tangan beliau dalam setiap langkah kaki kita :(
BalasHapussungkem buat ibu ya mbaak...
BalasHapus