Solusi Kendali BBM Bersubsidi Tepat Sasaran dengan Etika Moral
Pantas tidak pantas itu tergantung etika moral.
Kalimat di atas adalah salah satu jawaban dari pertanyaan: ‘Pantaskah
kamu menggunakan BBM bersubsidi? Sudahkah tepat sasaran?
Kata-kata yang bagi diri pribadi sangat menusuk hati. So, masih pantes
gitu pake BBM bersubsidi?
Perlukah tetap dipertahankan jika subsidi = bakar uang 470T/Tahun?
Bahaya
Laten Subsidi Energi
KBR dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mengadakan diskusi
publik dengan tema ‘Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI
Jakarta’ pada Selasa, 8 November 2022.
Diskusi Publik Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta |
Mengusung tema yang masih hangat diperbincangkan, banyak hal baru yang
bagi aku sendiri membuat ‘melek’ mata, hati dan nurani.
Briefing dilakukan sehari sebelumnya Senin, (7/11) yang dibuka oleh
Bapak Bimo Murti dari KBR. Kemudian narasumber Bapak Tulus Abadi sebagai Ketua
Pengurus Harian YLKI memberikan banyak pengetahuan baru terkait BBM (Bahan
Bakar Minyak).
Baiak Tulus Abadi (Foto: Tangkapan layar diskusi publik YLKI dan KBR) |
Bagaimana reformasi subsidi BBM mampu mewujudkan keadilan ekonomi dan ekologis.
Dalam subsidi yang digembar-gemborkan, banyak bahaya laten yang perlu
diwaspadai, antara lain:
1. Tidak
Adil dan Kurang Tepat Sasaran
Pernah mengalami hal seperti ini? Saat beli BBM di SPBU, ada mobil model
kekinian, keluaran tahun lumayan eh belinya pertalite. Nah, loh, tentu berasa
kurang adil dan tentunya tidak tepat sasaran.
Saat mau isi bahan bakar, antrinya sudah uwow banget lebih dari 20 motor.
Pas sampai jatah pengisian, dibilang kalau jadwal pertalite sudah habis.
Sekarang Pertamax. Lhah! Ternyata ada jam tertentu yang bikin bengong.
2.
Mengorbankan Kepentingan Jangka Panjang
Subsisi membutuhkan banyak sekali kucuran dana. Padahal kalau ditotal,
biaya subsidi dapat dialihkan untuk banyak sektor pendidikan, kesehatan hingga
infrastruktur.
3. Memperbesar
Hutang Negara
Yaiyalah, yang namanya subsidi membutuhkan dana dan mendulang utang.
4. Tidak
Adil Secara Ekologis
Di Indonesia BBM mayoritas bensin premium (RON 88) dan pertalite (RON
90). Padahal minimal kelayakan perlu RON 92 dan CN51.
Selain itu 85% produk BBM di Indonesia sendiri belum standar, minimal
Euro 2. Sedangkan negara ASEAN seperti Thailand dan Vietnam dengan BBM standar
Euro 4.
BBM berkontribusi paling besar mencapai 70% terhadap polusi di Indonesia
khususnya kota besar seperti DKI Jakarta.
5. BBM dengan
Jejak Karbon Tinggi, Memicu Perubahan Iklim Global
Produk BBM yang kurang standar memberikan jejak karbon tinggi, tentunya
memicu perubahan iklim secara global. Perubahan iklim makin lama menimbulkan
dampak yang memperburuk bumi tercinta ini.
Efeknya curah hujan cukup tinggi, panas yang berlebihan, gagal panen,
punahnya beberapa spesies dan ozon semakin menipis. Jika dibiarkan, akan
membahayakan bumi dan manusia.
Lalu bagaimana menekan penggunaan bahan bakar agar ekologis atau ramah
lingkungan di DKI Jakarta?
Pengendalian
BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta
DKI Jakarta menjadi kota terpolusi di dunia dengan penggunaan bahan
bakar yang belum standar zero atau ramah lingkungan. Menilik Jakarta menjadi
salah satu kota terpadat dan mobilitas tinggi serta pusat perekonomian negara.
Host kali ini oleh Rizal Wijaya dan moderator Maulana Isnator sebagai
penyiar senior RRI membuat diskusi semakin menarik.
Pengendalian BBM sudahkah tepat sasaran? |
Diskusi terbagi dalam 2 sesi perbincangan memberikan banyak masukan dari
berbagai sumber. Berbagai opini, sharing dan pendapat dalam satu tujuan untuk perbaikan
bumi dan subsidi agar tepat sasaran.
1. Tulus
Abadi: Level Jakarta Harusnya Bahan Bakar Ramah Lingkungan
Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan akan menjadikan Jakarta sebagai
kota manusiawi dari sisi ekologis. Lingkungan juga terhindar dari polusi emisi
bahan bakar tidak ramah lingkungan.
Mengapa fokus di jakarta? Jakarta sebagai barometer nasional dan
penggunaan kendaraan pribadi baik roda 2/4 sebanyak 35%. Jika dibandingkan Eropa
bahan bakar lebih berkualitas walau berbahan fosil tapi emisi atau gas buang
sangat rendah.
Meskipun di Jakarta masih menggunakan pertalite atau pertamax, tetap
harus mampu menekan emisi gas buang. Meminimalisir gas buang memicu Jakarta
sebagai kota yang layak ditinggali dalam konteks ekologis.
2. Luckmi
Purwandari, ST.M.Si: Trend Menurun Sejak BBM Naik
Kenaikan BBM menjadikan trend penggunaan menurun sehingga kualitas
lingkungan membaik diungkap Direktur Pencemaran Udara KLHK.
Jadi, kapan terjadi udara bersih dan aman paling tidak 50% saja? Untuk
itu masih butuh waktu dan melihat trend beberapa bulan ke depan. Bukan hanya
efisiensi BBM saja tapi standar emisi gas buang juga perlu mendapat perhatian
dengan standar lebih ketat.
Kualitas udara juga dilihat dari berbagai faktor, baik meteorologi, penggunaan
bahan bakar dalam hidup sehari-hari hingga topografi. Teknologi kendaraan juga
sangat berpengaruh.
Untuk kendaraan tahun 2016 ke atas sudah
lebih baik dari sebelumnya sehingga gas buang tidak terlalu mencemari
udara. Ada baiknya untuk pajak memperhatikan bagaimana tingkat polusi
pencemaran ini, semakin mencemari lingkungan, pajak bisa ditingkatkan.
Beberapa hal bisa dilakukan penanggulangan emisi gas buang, yaitu:
·
Menggunakan kendaraan
umum jika bepergian dan jika dekat berjalan kaki.
·
Melakukan uji emisi
agar tahu kendaraan sudah memenuhi standar kendaraan atau tidak. Kualitas
kendaraan yang baik karena emisi aman, perawatan kendaraan, teknologi dan jenis
penggunaan BBM.
·
Angkutan umum lebih
pasti waktunya dan terintegrasi.
·
Perlu adanya bengkel
atau institusi dengan cek uji emisi harga murah. Sebagai dasar syarat membayar
pajak hingga masuk parkiran.
3. Dr.
Syafrin Liputo, A.T.D,MT: Optimalkan Pelayanan Angkutan Umum
Jika pelayanan angkutan umum bagus maka penggunaan transportasi pribadi
dapat berkurang. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengungkapkan bila
pemakaian kendaraan pribadi berkurang otomatis BBM lebih efisien.
Menggunakan angkutan umum akan dimaksimalkan dengan layanan terbaik. Trans
Jakarta atau KRL memiliki kepastian waktu yang menguntungkan pengguna.
4. Ateng
Aryono: Tentang Kontribusi Emisi Udara
Menurut Bapak Ateng Sebagai SPP Organda, angkutan umum dapat dikatakan
hanya 10%-30% penggunaan oleh masyarakat. Sepertinya bukan sebagai kontribusi
terbesar emisi udara gas buang.
Organda juga mendukung untuk subsidi BBM benar-benar harus tepat sasaran,
sehingga tidak menyulitkan kalangan yang belum mampu.
Beberapa nara sumber lain yaitu Bapak Maompang Harahap, ST.,M.M sebagai Direktur
Pembinaan Usaha Hilir Migas, Citra Dyah Prastuti selaku Redaktur KBR juga memberikan
banyak opini menarik terkait pengendalian BBM.
Pada intinya subsidi kurang atau belum tepat sasaran. Masih terdapat
banyak cara agar lebih tepat sasaran.
Bahkan, tahukah kamu jika besaran subsidi ini kalau dihitung secara
nominal bikin uwow banget?
Bakar
Uang 470/tahun, Subsidi Masih Harus Dipertahankan?
Ada yang menarik pada sesi kedua ketika moderator Maulana memberikan
kalimat penyegar bahwa Jakarta kota macet di dunia versi Twitter.
Pertanyaan yang menggelitik, apakah BBM masih perlu subsidi? Subsidi
bisa untuk hal lain loh. Lagipula integrasi ke angkutan umum juga murah, nyaman
dan tepat waktu.
Pindah ke transportasi online agar menjangkau lebih banyak tempat? Bisa menjadi pilihan menarik juga. Namun, bagaimana dengan urusan dana, lebih hemat yang mana?
Bapak Tri Yuswidjajanto sebagai Ahli Bahan Bakar dan Pembakaran Kelompok
Keahlian Konversi Energi ITB memberikan ungkapan yang bikin terpana. Masalahnya
jumlah subsidi ini memang banyak sekali.
Jadi, apakah BBM bersubsidi itu perlu dipertanyakan. Tahukah kamu jika
subsidi membutuhkan 470 T/ tahun. Dana yang banyak sekali dan bisa dialokasikan
untuk kebutuhan lain.
Subsidi BBM |
Bayangkan buibu, kalau melihat gambar tersebut, bayangkan!
Subsidi jika dialokasikan untuk hal lain:
·
Jalan tol sepanjang
6300 km
·
Jalan propinsi 142.500
km
·
Sekolah 41.000 buah
·
Rumah sakit tipe A 1200
buah
·
PLTU 100 MW 285 unit
·
BLT BBM 32 juta KK
selama 10 tahun
Pilihan yang tidak sulit sebetulnya, jika bakar uang 570T/tahun. Efeknya
bisa saja sakit-sakitan berpuluh tahun ke depan, negara tertinggal, semakin
miskin, anak cucu terancam?
Atau jalan tol lintas di Indonesia,terang benderang seluruh negeri,
negara maju, ekonomi tumbuh besar, lapangan kerja tersedia luas, rakyat
sejahtera dan hidup sehat?
Ada baiknya jika subsidi BBM by name by address sehingga akan tepat
sasaran. Melihat fenomena ini, masih layakkah jika subsidi BBM masih kurang
tepat sasaran? Begitu banyak yang bisa dialokasikan dari begitu banyak dana,
triliunan loh.
Pantas atau tidak pantas? Layak gitu berduit tapi belinya pertalite?
Kembali ke etika moral, seberapa besar etika moral yang kita miliki?
Apakah
Subsidi Sudah Tepat Sasaran dan Etika Moral, Ini Kata Milenial
Kerennya lagi diskusi kali ini menampilkan beberapa selebgram dan influencer
yang cantik dan kece badai. Bagaimana sih subsidi BBM versi mereka, bisa cek
keseruannya di bawah ini.
Subsidi BBM versi milenial |
Tiffani
Hernang, Selebgram: Bijak Bertransportasi
Bagi selebgram cantik ini, untuk efisiensi BBM lebih baik menggunakan
transportasi umum. Lagipula secara tidak langsung Tiffani sering loh posting
saat naik KRL atau yang lain sebagai salah satu sosialisasi naik transportasi
umum juga nyaman.
Henry
Chan, Selebgram: Belum Tepat Sasaran
Menurut selebgram kece ini BBM bersubsidi masih belum begitu tepat
sasaran. Ketika naik angkutan umum akan lebih hemat finansial. Untuk busway
atau KRL sudah nyaman tapi untuk angkot masih kurang nyaman.
Menurutnya kalau masih ada penggunaan subsidi kurang tepat sasaran juga
aneh. Misalnya naik mobil belinya pertalite. Secara logika, mampu beli mobil
masa tidak mampu beli bensin? Nah, loh!
Nadhea
Tanj, Influencer: Perlunya Edukasi
Kalau dibilang tepat sasaran atau tidak bagi influencer berhijab ini masih kurang saja. Untuk itu perlu adanya
edukasi lebih optimal. Masalahnya saat BBM naik, semuanya ikut naik termasuk
kebutuhan sehari-hari.
Kadang butuh perhitungan juga, kalau naik motor hanya butuh waktu
seliter Pertalite, naik ojol pulang pergi 60 ribu. Jadi, lebih pilih yang
penghematan secara finansial.
Ardhi Irsyad,
Selebgram: Perlunya Sosialisasi
Adanya kenaikan BBM dengan subsidi tertentu harus perlu sosialisasi.
Terlebih lagi integrasi dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Selain itu
perlunya perbaikan transportasi umum agar lebih nyaman untuk penggunanya.
Memang penggunaan BBM bersubsidi mungkin belum tepat sasaran secara
menyeluruh, tapi selebgram menggunakan Pertalite, pantas atau tidak pantas?
Jika pertanyaan itu diucapkan padamu, apa jawabannya? Heheheh, menurut
Profesor Tri, pantas tidaknya tergantung etika moral. Level moral inilah yang
perlu dipertanyakan.
Meskipun, akhirnya tergantung pada diri pribadi masing-masing ya, Prof?
5 Solusi
Kendali BBM Tepat Sasaran dengan Etika Moral Sekaligus Mencegah Polusi Udara
Sebagai orang awam yang masih menggunakan pertalite, aku sendiri jadi
mikir, agar tepat sasarn memang tidak mudah. Perlu by name dan by addres yang
jelas agar benar-benar tepat sasaran saat seseorang membeli BBM.
Selain itu, BBM bisa dikendalikan lebih simpel karera aplikasi belum
berjalan secara maksimal. Tidak semuanya pengguna android dan pro kontra
membuka HP di SPBU.
Tips solusi kendali BBM dengan etika moral dan mencegah polusi |
Namun, hanya banyak hal kecil yang bisa kita atau aku (khususnya) lakukan
untuk pengendalian BBM agar efisien dan tepat sasaran, yaitu:
1. Beli
BBM yang Sesuai
Maksudnya kalau memang naik motor keluaran tahun 2015 ya belinya
Pertalite. Kalau naiknya mobil lumayan gitu, ya tahu sendirilah ya.
Sesuai standarnya masing-masing. Ini termasuk etika moral seberapa jauh
pantas atau tidak pengisian Pertalite.
2. Integrasi
Transportasi Pribadi ke Angkutan Umum
Mengurangi naik kendaraan pribadi, secara mau beli BBM saja antrinya
kadang nggak ada kompromi. Yeah, naik transportasi umum akan lebih praktis dan
hemat sepanjang pelayanan memang aman dan terjangkau angkot.
3. Jalan
kaki
Seperti pesan Bu Luckmi, jalan kaki jika jarak dekat. Ada bonus plus badan
sehat dan olahraga mudah murah meriah, gratis, anti polusi pula.
4. Naik
Sepeda Onthel
Bagi aku pribadi naik sepeda bukan hanya untuk trend kekinian, tapi
lebih untuk efisiensi finansial. Jika jalanan datar, naik sepeda menjadi
pilihan dan menyehatkan tubuh dan tidak mengeluarkan karbon dioksida penyebab
polusi udara.
5.
Perbanyak Menanam Pohon
Emisi gas buang dari BBM yang belum standar efeknya bagi polusi sangat
luar biasa. Tidak perlu muluk-muluk, mulai menanggulangi polusi dengan
melakukan penanaman pohon yang simpel, di depan rumah.
Jika tidak punya halaman, menanam di pot, itu sudah sangat luar biasa.
Butuh waktu dan proses, tapi swear kegiatan nyantai untuk menanam ijo-ijo
berasa healing dan pikiran seger loh.
Polusi menyebabkan banyak polutan yang berbahaya. Polutan akan mengendap
di dedaunan akan terserap melalui pori daun tersebut. Kemudian daun akan
memfilter polutan dari udara sehingga polusi teratasi dengan baik.
Tanaman adalah pabrik penghasil oksigen karena mampu menyerap karbon
dioksida dari emisi gas buang yang membahayakan. Semakin banyak tanaman, polusi
udara dapat ditanggulangi dengan baik.
Tanaman hutan di dunia mampu menyerap sepertiga emisi global setiap
tahunnya. Semakin banyak tanaman, polusi teratasi dan pemasok oksigen terbesar
serta menjernihkan udara.
Akhirnya…
Jika belum mampu melakukan hal besar, hal sekecil apapun bisa kita
lakukan. Sekali lagi kembali ke nurani sih, pantas tidak pantas itu. Etika
moral yang kita miliki dan dampak ke depan.
Sayang banget kalau subsidi BBM kurang tepat sasaran, dengan buang uang
begitu banyak per tahun. Iya nggak, sih? Banyak hal bisa diubah menjadi lebih
baik.
Lakukan mulai dari diri sendiri dan etika moral itu memang harus ada. Meski
setitik, lama-lama membukit, terbaik agar lingkungan sehat dan subsidi BBM
tepat sasaran.
Keren. Bukan hanya nyentil, tapi bener2 jleb ini tulisan. Semoga bisa jadi perhatian dari para atasan negara.
BalasHapus