Bapak dan Ibu, Inspirasi Tanpa Batas
“Wes to, kesehatan gigi ki cocok nggo kowe,” kata bapak sambil menatapku
tajam.
Terpekur, aku cukup diam lalu berlalu meninggalkan beliau. Waktu itu lulus
SMA, sudah keterima di sekolah kesehatan seperti mau bapak. Walau, aku tidak
begitu menyukainya.
Aku saat usia 7 tahun bersama bapak, sampai sekarang kursi andalan buat foto endorse wkwkw... |
Kuakui hampir seluruh jiwa bapak, tercurah ruah untuk pengabdian ke
masyarakat dalam bidang kesehatan. Wajarlah kalau aku dimintanya menggeluti
dunia seperti beliau.
Tentang
Bapak
Dalam pikiranku, kalau nggak ambil jurusan teknik ya seni rupa. Seni kriya
atau seni lainnyalah yang pasti bukan seni musik karena aku baca not balok aja
wassalam.
Ini kok malah ke kesehatan! Jauh dari angan. Jadi ketar ketir
membayangkan kuliah di Semarang, sendirian pula, padahal mbak-mbakku di Yogya.
Teman-temanku kebanyakan juga dari Yogya, duh… njuk aku karo sopo?
Bapak dan ibu saat piknik dalam rangka menang lomba desa tingkat nasional Zaman itu sebutannya masih LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) Eh, sekarang masih ada nggak sih... |
Untunglah hari berikutnya pengumuman UMPTN. Zaman itu, yang tahun 90-an
pasti tahu banget singkatannya apa, wkwkwk. Yep, Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri, dan aku lolos.
Akupun terlepas dari sekolah kesehatan itu, karena direstui masuk ke
fakultas dan jurusan yang kupilih sendiri ke PTN di Yogya. Benar-benar kupilih
sendiri tanpa intimidasi orang lain, haha.
Itulah bapak, sangat demokratis dan memahami diriku yang agak melenceng dari
zona, hihuho. Terimakasih bapak, love!
Dalam hal seni, bapak jago nggamel, main kolintang, mengkreasikan janur,
seni musik, pidato, wes deh apapun beliau ahlinya.
Hanya mendengar lagu, langsung tahu notnya apa, cara menggubahnya gimana
de el el. Urusan ukir mengukir jagoanlah yaw. Mau nukang, mau melukis, nggawe
omah, ahli kabeh.
Sesibuk apapun beliau dengan pasien sebanyak 150 orang setiap harinya
pada masa itu, tetap masih sempat mengajariku menggambar dan cek hitunganku.
Bacaan bapak juga buanyak pol, aku sering ikut membaca majalan dan buku
yang dibacanya. Tempo, Jakarta Jakarta, Monitor, Intisari, pada zamannya.
Bapak pula yang memutuskan untuk langganan Majalah Bobo buatku, Majalah
Hai buat mbak-mbakku yang otomatis aku juga ikutan baca serta Majalah Sarinah
buat ibu. Lengkap!
Begitulah bapak, dari bacaan masa kecil itu, aku tumbuh seperti sekarang…
Tentang
Ibu
Nggak lain nggak bukan, inspirasi ibu tentang kedisiplinan dan
pengelolaan keuangan terbaik. Dari beliau, aku mengikuti caranya menghandle
keuangan. Terutama finansialku yang kadang jungkir balik.
Setiap kata yang keluar dari beliau adalah doa buatku. Meski banyak
kontra, beliau adalah inspirasi tanpa batas.
Love... |
Beliau pula yang mengajariku menggendong si kecil saat habis lahiran. Memakai
stagen agar tubuhku singset dan perutku nggak menggelambir. Mengajariku
menyanggul sendirian pada waktu itu dan ini tidak sukses.
Susah guys nyanggul dewe, capek tangan, hasilnya mbuh… Aku nyerah urusan
persanggulan ini.
Dari urusan memasak, ibu juga terbiasa memasak dalam jumlah besar atau
hanya untuk serumah saja.
Saat kecil, aku ingat sekali sering sekali ada acara di rumah, dan
ibulah yang memasak untuk orang sebanyak itu! Semuanya ibu handle sendiri walau
ada rewang yang membantu untuk urusan memasak. Tetap saja rumus dan resep ibu
yang mengepalainya.
Masih banyak yang lain, buanyak banget, nggak bakal kelar kutulis. Dan hmm,
entah kenapa kok sambil mbrebes mili ya nulisnya, duhhhh…
Sehat-sehat mbah uti, mbah kung (sebutanku sekarang untuk ngajarin
bocil) Bagaimanapun aku yang sering keluar dari zona, cintaku, sayangku tak
akan pernah habis buat bapak ibu…
Baca Juga:
0 komentar:
Posting Komentar