Viral Lato-Lato, Kebisingan VS Kekhawatiran
Jujurli, aku sangat khawatir loh kalau lihat si kecil
main lato-lato. Bukan karena membaca berita online dan media sosial yang
heboh dengan keberadaannya, tapi memang membuat jantung berdegup lebih kencang.
Bahkan kencang banget!
Lato-Lato
dan Kebisingan
Harga lato-lato sangat terjangkau kantong, si kecil
beli 10 ribu rupiah dan lato-lato sudah bisa dimainkan sepuasnya. Lato-lato
yang dibelinya terbuat dari plastik dengan warna hijau dan kuning plus tali
warna kuning.
Pas beli sekitar 3 bulan yang lalu, si kecil yang sudah 12 tahun itu sudah
heboh tiada terkira.
“Ini lagi viral lo, Buk,” katanya sambil menaik turunkan
lato-lato.
Aku yang masih sibuk di depan lepi melirik sekilas.
Perasaan itu mainan zaman baheula, deh.
“Lhah, ibuk dulu juga ada mainan kayak gitu,” jawabku
mengamati lebih detil.
“Masak?” tanya si kecil masih sibuk berusaha
menyeimbangkan permainan.
“Lhaya ngapain ibuk bohong?” jawabku lanjut fokus depan
layar.
Si kecil tertawa terbahak, masih lanjut main
lato-lato.
Itu di awal, aku masih nyaman karena memainkannya
kadang-kadang saja. Semakin lama, waktu luang di rumah dibuat main lato-lato.
Seringnya di kamar, di saat aku fokus nulis. Entah
kenapa jantung nggak nyaman, berdegup kencang jadinya, gangguan banget!
Tok tok tok, ritmenya semakin cepat.
Permainannya semakin canggih sampai berputar ke atas,
ke samping, sambil duduk, jongkok, haduhhh! Dengan berbagai gaya, di telingaku
semakin riuh rendah nggak nyaman, tok tok jadi CETHAK CETHAK CETHAK. Ya ampun…
Gimana kalo bolanya terlepas, gimana kalo kena bagian
tubuhnya, gimana kalau mencelat kena lepiku?
BERHENTI!
Lato-Lato
dan Kekhawatiran
Iya, aku sampai pada titik khawatir level akut. Ngetik
jadi berantakan, was-was kalau si kecil mulai memainkan dua bola yang digerakkan
pakai tali itu. Huhuhu, untuk menjaga kewarasan, saat si kecil main lato-lato (dan
kayaknya dia sengaja ganggu ibunya), aku ngungsi ke ruang tamu.
Eh biasanya sih dia ngikutin sambil terbahak. Dasar bocah…
Suara mbah lato yang kayak candu meracuni pikiran sungguh membuatku sumpek tiada
terkira.
“Main di luar deh, itupun jaga jarak aman sama teman.”
“Iya, iya.”
“Itu kalau bolanya nggak sengaja terlepas bisa….”
Belum selesai kalimatku.
“Bahaya,” sambarnya cuek.
“Lyaya, kan udah tahu bahaya, yowes jangan terlalu
sering mainan dong! Berisik tahu nggak, bising,” kataku mengeluarkan uneg-uneg.
“Iya, iya.”
“Selalu ada perkecualian Dek, kalau bolanya….” Belum
juga kelar buih-buih nasehatku.
“IYA, IYA!”
Menekankan suara, wkwkw.
Si kecil melirik kesal.
“Suaranya itu loh!” Tambahku lagi sambil menjauhkan
laptop dari lato-lato. Bahayanya itu loh! Batinku…
Si kecil menarik nafas memandangku.
“Kalau perlu pake helm pas main lato-lato,” saranku nahan
gemes.
Bukannya iya iya atau protes, si kecil terbahak tapi
langsung terdiam saat serombongan temannya lewat depan rumah dan terlihat dari kaca
ruang tamu.
“Hero, Hero!”
Suara dari luar yang memanggil-manggil. Bergegas si
kecil membuka pintu.
“Main, yuk!” ajak seorang temannya.
“Main apa? Lato-lato?” Tanya si kecil semangat.
4 orang anak di luar tersebut saling pandang, aku
menyaksikannya dari dalam, kepo mau main apaan. Kemudian terlihat keempatnya
kompak mengacungkan sepatu bola yang digantung di leher dengan mengikat tali
sepatunya.
“Bolalah, nih udah bawa sepatu,” jawab seorang
temannya yang bertubuh tambun.
“Oh iya,” jawab si kecil sembari tepuk jidat. “Bentar
aku ambil sepatu sama bola, tunggu, ya!”
Tanpa menunggu jawaban teman-temannya, si kecil menutup
pintu, menguncinya, lalu melesat mendekatiku. Menaruh lato-lato di atas
keyboard lepi sambil nyengir, sengaja.
“Ibuk, aku main dulu! Assalamualaikum,” katanya lalu berlari
ke dalam mengambil bola dan sepatu. Kudengar kakinya melesat cepat lewat pintu
belakang lalu gabung bersama teman-temannya.
“Waalaikumsalam,” sahutku pelan.
Kuhela nafas panjang, melotot memandang lato-lato dan
mengambilnya. Lalu memainkannya sebentar pelan, geleng-geleng kepala sendiri,
lega.
Iya, lega karena tidak ada suara lato-lato untuk
beberapa saat. Sadar diri, setiap permainan selalu ada dampak positif atau
negatifnya. Ah sudahlah, lebih baik aku fokus kerja lagi…
Baca Juga:
Iya ya. Saya juga miris mbak. Takut kenapa-kenapa. Tapi jika lihat yang mahir senang juga. Intinya tetap hati-hati.
BalasHapus