Berdasarkan Pengalaman, Jangan Pernah Katakan Ini ke Si Demam Panggung,
Kasih Tahu Tipsnya Aja
“Yak, Ananda Wahyu Widyaningrum silakan maju ke depan,” kata MC ke arah
audiens.
Suara seantero balai desa riuh rendah. Rangorang melongok ke sana
ke mari tapi tak ada yang maju.
“Peserta selanjutnya, Wahyu Widyaningrum, silakan,” kata MC sekali lagi.
Aku, yang merasa tidak terpanggil cuek saja duduk manis di bagian
peserta lomba. Selanjutnya Bu Sri, guruku TK, yang tadi sibuk bersama guru
lain, bergegas mendekat memanggilku.
“Yuk, ayo maju!” Serunya gusar.
Lhah, itu memanggilku? Wakakak!
Tahu nggak sih dulu zaman kecil nggak ngeh nama panjang sendiri.
Nama yang kuketahui ya nama panggilan. Mana mudeng aku dengan nama
panjang yang ternyata beda jauh dengan nama panggilanku. Wadalah.
Akhirnya tergopoh-gopoh aku naik tangga menuju panggung yang saat itu rasanya
luassss sekali. Terdapat 4 dewan juri di bagian kiri aku berdiri. Di depan
sana, penonton memadati ruangan sampai luber ke luar balai desa.
Mendadak, dengkulku gemetar, mulut terkatup, wajah langsung kutundukkan
sedalam-dalamnya. Jiwa raga sekuat tenaga kukuatkan kaki yang mendadak lunglai
berasa tanpa tulang.
Pingin nangis rasanya melihat banyaknya penonton memenuhi ruangan. Kenapa
aku di atas panggung? Aku lomba apa sih? Aku lupa mau ngapain.
Padahal bu guru sudah mengajariku sebulan sebelumnya, naik panggung
terus bicara menyapa dewan juri, dilanjutkan menyanyi.
Ah ya aku ikut lomba nyanyi, mewakili TK, di balai desa yang saat aku
kecil, rasanya gedung megah dan besar sekali. Waktu itu usiaku sekitar 5
tahunan.
“Ya silakan Ananda Wahyu,” suara MC mengudara, memaksaku kembali ke
dunia nyata.
Aku tergeragap. Bu guru terlihat cemas di depan panggung sambil entah
berkata apa, tak kudengar apapun. Telingaku berdengung. Terbata, berusaha mengingat
apa yang harus kulakukan dan kukatakan.
“Se… selamat siang bapak ibu de… wan juri, sa..sa ya akan….”
Suaraku lirih di depan mikrofon, tenggorokan terasa tercekik, nyaris tak
terdengar. Bibir gemetar, tangan kaki semakin tak karuan lemasnya.
Keringat dingin mengucur tanpa ampun. Dres rempel yang dibelikan ibu
kemarin sudah basah oleh keringat.
4 dewan juri di samping kiriku tersenyum.
“Langsung nyanyi saja,” kata salah satunya. Aku mengangguk. Nyanyi apa,
aku lupa. Akhirnya aku ingat sedikit, bagian depannya.
“Oh Amelia gadis cilik lincah nian…” Nada datar, bukan nyanyi tapi
seolah membaca.
Aku lupa, menatap cemas ke guruku. Mulut bu guru mangap-mangap
entah apa yang dikatakannya.
Semakin melihat ke penonton, kepanikan memuncak. Bu guru semakin cemas,
tapi tak mampu berbuat apa-apa. Tuhan, kalau saja ahli sulap, aku mau lenyap
saat itu juga, rutukku.
“Diulang boleh.” Seorang dewan juri berkata melihatku diam.
Baiklah kuulang.
“Oh Amelia…”
Aku semakin lupa, otakku tak mampu mengingat apapun seperti saat latihan.
Sebelum manggung wkwkwk |
Panggung hening seolah berduka, semua menatapku, menungguku. Panik, degup jantung
semakin membabi buta. Ibuuu…. Aku hanya ingin dipeluk ibu.
“Ya sudah, langsung Gambang Suling, ya,” kata seorang dewan juri sabar.
Tuhanku, aku lupa Gampang Suling lagu yang kayak gimana. Sebulan latihan
kenapa berantakan begini? Sekarang kuingat latihan dua lagu itu, Oh Amelia dan Gambang
Suling, lengkap dengan gayanya. Namun, tak ada satupun yang kuingat saat di
panggung nan luasnya kayak lapangan sepak bola ini.
Akhirnya setelah beberapa saat, aku diam saja semakin menunduk. Pastinya,
tampangku melas nggak karuan antara pingin nangis atau mau ambruk pingsan.
Terdengar bisik-bisik dewan juri. Akhirnya…
“Boleh kembali ke tempat, ya,” kata dewan juri, dilanjutkaan MC yang
entah ngomong apa.
Dan legalah aku turun panggung, menemui bu guruku yang tersenyum
langsung memelukku. Eh aku nggak kena
marah!
“Yuk beli es thung thung,” katanya lembut. Es thung thung itu sejenis es
krim ala kampung zaman dulu yang lezatnya tak terkira.
Ajakan yang membuatku menganggukkan kepala, tak jadi menangis. Kemudian
langsung digandeng bu guru ke depan balai desa.
Di sana banyak penjual jajanan dan bu guru menarikku ke gerobak penjual
es thung. Dibelikannya 2 es dengan wadah bentuk caping. Aku menikmatinya, lupa pada
demam panggung dan kegagalan total di panggung barusan.
Padahal saat beranjak besar kemudian, aku yakin bu guru merutukiku dalam
hati. Murid andalannya cuma bengong doang di atas panggung *emoji koprol*
Kelindan
Demam Panggung Masa Lalu
Selama menempuh pendidikan kuhindari namanya bicara di depan umum kecuali rame-rame. Jika sendirian, biasanya untuk lomba yang tidak perlu cuap-cuap di panggung.
Kupilih yang simpel dan menyenangkan saja, lomba menulis, menggambar,
mengarang, karya tulis, bikin puisi, kaligrafi dan sejenisnya. Tentunya sangat
membahagiakan karena semua sesuai minat dan passionku dari jabang bayik.
Karyaku |
Namun, seperti berkelindan, 2 bulanan setelah lulus aku diterima kerja
jadi MT (management trainee) sebuah PT. Elektronik dan Furnitur terbesar
di Yogyakarta. Lalu masuk divisi trainer. Ya amplop, nasib banget tapi tetap
lanjut lagipula sudah kadung teken kontrak.
Kujalani pelatihan dengan sungguh-sungguh. Lulus pelatihan audiens
pertamaku adalah sales. Masih aman sulaeman, mengisi materi apapun aku sanggup.
Kemudian masuk ke level pramuniaga dan supervisor. Santuy, aku sukses
memberi materi visi misi perusahaan, product knowledge, trik menarik
konsumen dan cara meraup omzet hingga target de el el.
Selanjutnya mengisi materi product knowledge untuk divisi survey.
Divisi yang isinya cowok semua. Jelas kutolak mentah-mentah tawaran dari manajemen.
Mana aku sanggup? Belum-belum, panik, grogi dan kenangan masa lalu berbaris di
depan mata.
Namun, apalah daya, pekerjaan tetaplah pekerjaan. Huhuhu, wes
membayangkan bakal pucat pasi di depan rangorang sebanyak itu, di sebuah
gedung super duper besar Yogya.
“Wes toh anggap aja batu!” kaya Fian, temanku satu divisi saat
kuutarakan ketakutan, ketegangan dan ketidaksiapanku.
“Mbahmu, ga semudah itu Bro,” sahutku kesal. Fian hanya ngakak
melihatku semakin panik, bukannya menenangkan, hadehhh.
Ketika akhirnya aku mengisi materi, kuanggap gagal, garing kering
kerontang dan nggak greget. Itulah pembelajaran dan kegagalan kedua terbesar
yang pernah kulakoni.
Menulis
VS Bicara di Depan Umum, Waktu Mengubah Segalanya
Akhirnya waktu merubah semuanya. Bertahan hanya 2 tahun ngantor, aku out.
Hingga kutekuni hobi menulis, salah satunya ngeblog dan gabung ke kumunitas blogger
Gandjel Rel.
Beberapa dokumentasi kasih materi menulis cernak dan ngeblog, banyak yang kutulis di blog |
Selain itu nulis buku, artikel dan lain sebagainya. Suatu jalan tak
mudah di awal, curam penuh kelokan. Ujung-ujungnya membuatku beberapa kali
mengisi acara kepenulisan baik online atau offline.
Untuk online sih tidak masalah, lancar jaya tak ada hambatan. Saat
offline jelaslah aku cuap-cuap mengisi materi yang memang sudah menjadi
keseharian pekerjaanku.
Saat ngomong di depan umum, 5 menit pertama adalah kegalauan luar biasa.
Selanjutnya, asal menguasai materi dengan baik, 90% insyaallah akan berjalan
lancar.
Meskipun menulis adalah pekerjaanku sehari-hari, belajar materi sebelum
tampil di depan umum adalah suatu keharusan. Bagaimanapun juga menulis adalah
pilihan dan saat harus bicara di depan umum, itu adalah rangkaian dari menulis
itu sendiri.
Mau suka nggak suka ya gimana ya, hidup kadang harus mencoba peran baru,
hallah…
Swear, Jangan Katakan Ini ke Si Demam Panggung, Udah Basi!
Dari beberapa pengalaman ngomong di depan umum, ada beberapa kata-kata yang sebaiknya tidak dikatakan pada
si demam panggung. Sudah basi, dan itu nggak realistis, sedikit absurd versiku.
1. Menganggap
Audiens Batu
Inilah yang mengesalkan. Jujur, aku nggak pernah bisa menganggap audiens
batu, sumpah. Mau digimanain juga, audiens adalah orang loh, bukan batu, buka
demit juga.
2. Menganggap
Tak Ada Orang
Ini lebih parah lagi, mau dibilang apapun aku nggak pernah bisa
menganggap tidak ada audiens. Lha wong namanya juga mengisi materi, tentu ada
audiens-nya, kan? Kalau diminta hanya ‘menganggap tidak ada’ itu sulit sekali.
3. Hallah
Gampang
Jan, sengit aku kalau ada yang
bilang ngomong di depan umum itu gampang. Gampang itu buat yang sudah berani dari
sononya.
Namun, tidak semua orang mampu melakukannya dengan baik. Bahkan ada yang
sampai keluar keringat, kuping berdengung hingga pingsan di panggung saking
paniknya.
4. Nyuruh
Fokus
Bayangkan, yang namanya grogi dan demam panggung, menapak panggung saja
ketakutan. Bagaimana bisa fokus? Mau fokus dari mana coba? Mustahil yang
mustahal kan walau tak ada yang mustahil?
5. Sama-Sama
Manusia, Kenapa takut?
Lha memangnya audiens adalah dedemit? Ya memang sama-sama manusia, tapi
ketakutan, kepanikan dan grogi itu tidak bisa dihilangkan begitu saja
Esmeralda!
6. Kan Wes
Latihan, Kudune Iso
Kan sudah latihan harusnya bisa. Harusnya versimu, bukan versiku. Latihan
ya latihan, realitanya tak sesuai ekspektasi. Swear…
Nah, ada yang pernah dinasehati dengan kata-kata di atas? Walau
mengesalkan, nggak perlu marah, kudu sabar seluas samudra.
Sebaiknya kalau tidak pandai menasehati lebih baik diam. Atau, bisa pula
memikirkan cara terbaik yang realistis, misalnya dengan kata-kata: banyak-banyak
doa ya. Itu lebih menentramkan.
Nah, untuk mengatasinya, berdasarkan pengalaman juga, aku punya tips
ampuh. Bisa dicoba jika grogi bicara di depan umum.
Tips Anti
Grogi Anti Demam Panggung Saat Bicara di Depan Umum Versiku
Ini tips yang aku praktekkan berdasar pengalaman pribadi dan manjur. Mau
coba?
Tips anti grogi saat bicara di depan umum |
1.
Menguasai Materi
Menguasai materi adalah hal utama saat akan bicara atau memaparkan
materi di depan umum. Sebagai MC, sebagai pemateri nulis atau yang lainnya
tetap kuasai dengan baik. Hal ini akan lebih menyamankan dan mengurangi rasa
grogi yang muncul.
2.
Mengetahui Audiens
Jangan lupa menanyakan ke panitia siapa audiensnya. Audiens anak-anak
dan orang dewasa tentu isi materi berbeda meskipun temanya sama. Jangan sampai tidak
tahu audiensnya siapa ya, bisa fatal akibatnya.
3. Menyiapkan
Ice Breaking
Biasanya panitia sudah menyiapkannya tapi seringnya aku sudah memikirkan
ice breaking apa yang paling tepat saat mengisi materi kepenulisan. Walaupun
untuk ice breaking ini aku nggak begitu canggih dan kurang kreatif,
tetap sudah kusiapkan dengan baik.
4. Jaga
Kesehatan Suara dengan Minum Kencur
Kesehatan sebagai pemateri adalah hal utama. Apalagi mengisi materi dalam beberapa sesi sekaligus. Tenggorokan bisa ‘gerok’ atau serak
karena terlalu banyak ngomong.
Untuk menyiasatinya, aku terbiasa minum atau mengunyah kencur. Rasanya ‘sengir’
aneh gimana gitu, tapi tenggorokan jadi bersih dan nyaman walaupun ngomong
dalam jangka waktu lama sekaligus.
5. Membuat
Catatan Kecil
Tidak semua kita ingat akan materi yang akan dipaparkan. Meskipun ada slide
yang membantu, tetap kubuat catatan kecil tentang poin materinya. Jika malas,
tulis dengan singkat di HP untuk mempermudah ingatan.
6. Kenakan
Outfit yang Paling Bikin Pede
Percaya diri saat ngomong di depan umum itu super penting, salah satunya
dengan mengenakan outfit yang paling bikin pede. Kalau aku sih, lebih
simpel pakai kaos dan celana panjang plus outer atau kemeja flanel.
7. Datang Lebih Awal
Tepat waktu akan menenangkan pikiran dan mengurangi rasa grogi. Untuk
itu usahakan datang ke tempat minimal setengah jam sebelumnya. Jika ada kendala
teknis bisa diperbaiki segera dan mampu menekan kepanikan karena mengetahui
medan.
8. Perbanyak Jam Terbang
Dan jam terbang itu sungguh penting. Walau hafal semua materi dan siap
sedia tapi kalau jarang di depan umum, akan terlihat kaku, kecuali memang
benar-benar berbakat.
Untuk itu jika ada kesempatan perbanyak jam terbang bicara di depan
umum. Contoh latihan emak-emak kayak aku, memberi laporan kas keuangan saat
rapat RT, sederhana dan simpel.
9.
Bismillah
Doa dengan bismillah dan Al Fatehah adalah inti dari hakikat bicara di
depan umum.
Itulah yang kulakukan dan sangat mampu menekan demam panggung serta
grogi yang ada. Mau coba, silakan.
Faktor Penunjang
Agar Bicara di Depan Umum Lebih Greget
Setelah mengetahui tips ampuh versiku, ada faktor penunjang agar ngomong
di depan umum makin greget. Kepo nggak, sih? Yuk cekidot.
Faktor penunjang yang penting saat bicara di depan umum |
1. Musik
Kece di Awal
Musik bisa bikin acara bicara di depan umum istimewa lho karena
mengurangi grogi saat awal tampil. Sebelumnya bilang ke panitia untuk
memutarkan lagu yang mengena atau sesuai materi.
Misalnya saja lagu Laskar Pelangi-nya Nidji, It’s My Life Bon Jovi atau
apapun yang bikin audiens nggak ngantuk dan greget menikmati isi materi dan
pamaterinya, eaa…
2. Kuis
di Awal, Tengah atau Akhir
Berikan kuis simpel yang menarik audiens untuk terus fokus di acara.
Kuis iseng saja yang fun dan sesuai dengan materi. Kalau bisa yang bikin
tertawa ngakak dan unik.
3. Kasih Doorprize
Kasih doorprize adalah cara mudah agar kita tidak dianggap pelit
wkwkwk. Jujur, doorprize adalah penunjang menarik saat sebagai pemateri.
Isinya yang simpel saja tak perlu mahal-mahal. Bisa buku, coklat bahkan pasta
gigi, yang pasti bermanfaat.
Untuk sekali sesi, bisanya aku siapkan 3 bungkus doorprize. Kadangkala
aku kerjasama dengan panitianya langsung.
4. Adakan
Lomba Posting ke Media Sosial
Penunjang agar ngomong di depan umum semakin kece berikutnya dengan
mengadakan lomba posting acara ke media sosial. Ini akan bikin audiens lebih
fokus dan mengambil angle terbaik saat kita bicara memaparkan materi.
Tentunya kasih hadiah spesial dong, misalnya voucher makan gratis
atau saldo e-wallet. Walaupun mengeluarkan modal, itu greget banget.
Kayak kali ini nih aku sedang ikutan lomba #GandjelRel di ultah yang ke
#GR8Tahun.
5.
Interaksi dengan Audiens
Saat blank, nggak ada ide mau ngomong apa, interaksi dengan
audiens begitu penting. Bener loh, ini adalah faktor ampuh selain menekan grogi,
juga membuat audiens tidak ngantuk.
Faktor penunjang tersebut kadang tak terpikirkan, padahal penting dan
mampu menekan demam panggung saat bicara
di depan umum. Kenapa? Karena santai dan suasana cair banget sehingga pikiran
segar dan rasa grogi hilang perlahan tapi pasti.
Menulis
VS Bicara di Depan Umum Intinya adalah…
Intinya adalah semua bisa dilakukan dan berjalan beriringan. Asalkan
hepi saja. Dan buat yang suka kasih nasehat gaje, ingat ya, jangan katakan hal
menyebalkan terkesan konyol dan absurd ke si demam
panggung, hihihi.
Selain menyesatkan, kadang malah bikin kesal. Lebih baik, kasih tahu
tips sakti yang ampuh saja, sepakat kan?
Baca Juga:
Benarkah Nulis Menghasilkan Uang?
0 komentar:
Posting Komentar